Saya baru tahu kalau selingkuhan dan pelacuran adalah tidak jauh beda.
Pop Vahine II/pinterest |
Saat beranjak tumbuh dewasa, saya
selalu berpikir bahwa selingkuh pada dasarnya adalah hal buruk yang dilakukan
orang ketika hubungan mereka tidak berhasil.
Seketika saya berusia 12 tahun, mamanya
temanku kedapatan kalau ia berselingkuh dengan laki-laki lain. Saya
ingat betul kejadian itu sangat terkejut dan tersinggung karenanya. Orang
tuanya berpisah. Saya melihat bagaimana hal itu menghancurkan hidupnya.
Sementara saya berusia 16 tahun,
masalah yang sama terulang lagi sama seorang kakak pengasuh segerejaku. Tentu, dia adalah kakak darah saya. Ia berpisah dengan istrinya karena kakak
laki-laki itu berselingkuh dengan wanita lain. Saya melihat efek kecurangan
dalam struktur keluarga dan lingkungan saya sendiri.
Saya selalu berbisik pada diri sendiri dan bisa mengatakan: "jika mereka merasa ingin selingkuh dengan pasangan mereka, mereka harus jujur dengan pasangannya tentang perasaan itu." Saya mengimajinasikan kalau saya tidak akan pernah melakukan perselingkuhan pada seseorang saat saya dewasa nanti.
Saya selalu berbisik pada diri sendiri dan bisa mengatakan: "jika mereka merasa ingin selingkuh dengan pasangan mereka, mereka harus jujur dengan pasangannya tentang perasaan itu." Saya mengimajinasikan kalau saya tidak akan pernah melakukan perselingkuhan pada seseorang saat saya dewasa nanti.
Sekarang saya sudah lebih dewasa. Saya
menyadari bahwa kedua pembuat kasus di atas juga manusia. Saya bisa mengerti
kenapa orang menipu. Ketika kakak saya berselingkuh, saya berpikir, kenapa
sampai kakak bisa menyakitiku sebagai adik kandung dan anak kecil kandungnya
seperti itu, apalagi kakak sudah nama naik di gereja. Khususnya di kalangan
sekolah minggu dan pemuda-pemudi di gereja.
Saya pribadi merasa jadi korban dari
perilakunya, tetapi sekarang saya menyadari bahwa dia berada dalam pernikahan
tanpa cinta dan bahagia.
Arloji terus beranjak. Saya sudah dalam
dunia berpacaran dan itu adalah standar sejak umur sudah remaja beranjak
dewasa di atas 17-an. Secara UU No.1 Tahun 1974, saya bisa melakukan hal-hal
kedewasaan karena saya sudah di atas 16.
Pertama kali saya jatu dalam dunia
perselingkuah. Itu adalah hanya satu hal. Pada saat itu, saya berada dalam
hubungan yang baru berpacaran. Sebut saja Yewen, bukan
Yewen Papua, komedian Asal Papua yah?
Yewen yang masih mencalonkan kimia bersama saya. Karena kami tidak resmi; tidak terlalu fokus pada berpacaran, saya tidur dengan orang lain. Tentu saja, orang yang saya tidur sama-sama adalah teman sekolah saya. Ia adalah orang pertama kali yang bertiduran sama saya dalam sejarah saya.
Yewen yang masih mencalonkan kimia bersama saya. Karena kami tidak resmi; tidak terlalu fokus pada berpacaran, saya tidur dengan orang lain. Tentu saja, orang yang saya tidur sama-sama adalah teman sekolah saya. Ia adalah orang pertama kali yang bertiduran sama saya dalam sejarah saya.
Saya belum memberitahunya tentang hal
itu kepada Yewen karena atmosfer pacarannya seperti di mata saja, masih belum
jatuh ke hati.
Saya merasa tidak perlu memberitahukan
karena sekali lagi kami juga baru. Tidak masuk akal kan kalau kasih tahu. Saya
takut kalau kemudian, Yewen meninggalkan saya setelah saya memberitahukannya.
Tapi sekitar tiga bulan kemudian, Yewen
dan saya mengobrol dan memutuskan untuk menjadi pacar resmi. Pembelian pada
gelang bintang kejora (GBK, bukan gelora bung karno) jadi saksi ikatan cinta
buat kami berdua setelah kami memakai gelang di tangan kami masing-masing.
Tanda serah terima sudah selesai.
Kira-kira sebulan kemudian, saya
berselingkuh untuk pertama kalinya setelah resmi percintaan: saya kencan sama
pemilik Honda Mega Pro FI 2014. Motor berpelat merah baru keluaran. Motornya milik
orang kantor, tapi kayaknya motor tersebut di bawah oleh anaknya. Saat saya lagi
menunggu mas ojek sekitar 5 sore waktu Papua di depan kantor media Jubi Papua,
Waena, dia datang dan membonceng saya.
Ia tahu betul jam keluar saya dari
Gereja. Ia biasanya menantikan saya tempat yang sama di dekat kantor Jubi.
Bagaimanapun juga kita sudah menjadi dekat. Ia seorang yang baik, humoris, dan
berbagi apa adanya. Tapi motor dan uangnya membuat saya menyerah dua kali
lipat dan tentunya bertiduran sama dia.
Saya kira selingkuhan konek dengan
emosi saya tentang adanya hubungan baru. Kedengarannya mengerikan, tetapi saya
mengekspresikan. Ini mungkin kesempatan terakhir saya untuk melakukan hal
serupa - main di belakang Yewen.
Dengan berpikiran egoisme saya, saya
menganggap bahwa jika saya memberitahunya tentang hal itu kepada Yewen, dia
akan berpikir, “saya adalah anak Gerejaan, dan sehabis pulang gereja,
langsung ke rumah, jadi itu bukan masalah besar.”
Jelasnya, Yewen tahu amsal orang tua
Papua yang selalu bilang ke anak-anaknya ketika pergi sekolah berjauhan dari
orang tua tentang segitiga: gereja, rumah dan sekolah. Dia pikir saya
sedang beraktifitas dalam ketiga lingkaran itu.
Tidak berpikir yang lain. Sayang
ahh? Pikiranku.
Padahal saya merintis jalan baru. Saya buka garis baru menjadi segi empat. Jadinya, gereja, sekolah, rumah, dan perselingkuhan.
Berpacaran tanpa diketahui pacar aslinya saya - Yewen - sembunyi-sembunyi.
Meskipun demikian, dia benar-benar
kesal. Dia menanganinya dengan baik. Pikirin saya baik-baik saja, tapi
kelakuan saya pasti membuat hubungan kami salah injak kaki.
Saya retrospeksi, apakah saya
merusakkan diri pribadi dari hubungan kami karena semuanya tampak berjalan
dengan baik sejak Yewen tidak komplain dengan saya.
Saya merasa tidak pantas bersama
seseorang yang begitu penuh cinta dan baik hati - ia adalah pemain drum di
Gereja dan bisa dibilang intelektual mudah karena kelakuannya yang rama. Sedangkan saya bermaksud merusak hubungan kami secara diam-diam. Yewen
pegang saya terus meskipun saya bergaya dan baku bawa dengan laki-laki lain
tanpa diketahui Yewen.
Bayang-bayangan tentang hubungan baku
selingkuhan sekaligus baku pisah oleh karena perselingkuhan bertepatan dengan
perpisahan kakak sungguh saya tadi. Saya mengalami banyak ketidak-happy-an
sekaligus.
Apakah itu balas dendam atau mengikuti
jejak kaka saya sendiri? Saya pikir tidak juga.
Kadang berpacaran dengan orang yang
rajin dengan Gereja, sulit untuk berbisik guna melakukan bercintaan. Dunia
itulah yang saya merasakan ketika saya berpacaran dengan Yewen. Apa lagi harus
perempuan duluan kaksih tahu isyarat untuk berkencan. Tidak mungkin; di sisi
lain.
Saya benar-benar kesal. Terluka
untuk waktu yang lama karena saya mengingat seorang anak dan istrinya sudah
menjadi satu keluarga, makan, tidur, dalam satu rumah, tapi sekarang sudah
berjauhan. Ketika saya bertemu pria hebat seperti Yewen, dia memperlakukan saya
dengan sangat baik, dia cinta kepada saya banyak.
Harga diri saya sangat rendah sehingga
saya berpikir kalau saya menyabotase atau menghancurkan tali cinta. Saya
akan cari pacar baru; Yewen harus bersama seseorang yang lebih baik dari saya,
bukan seseorang yang tidur sebanyak yang saya lakukan dengan laki-laki lain. Bukan dia yang hancur dan tidak bahagia seperti saya. Saya tidak hendak
mewarnai hidup Yewen dengan segenap kegelapan saya serta bayangan
perselingkuhan.
Sesudah pertama kali saya selingkuh,
saya memutuskan untuk mengambil risiko, menghadapi rasa tidak aman saya, dan
menjalin hubungan berkomitmen dengan seseorang. Saya ingin belajar kembali keintiman, apa artinya berhubungan seks dengan satu pasangan - satu laki-laki saja
yakni tidak lain, pacarku Yewen.
Tetapi lagi-lagi saya berselingkuh
sekitar enam minggu kemudian. Saya bersandar dengan seorang pria yang saya temui di suatu
tempat kursus bahasa Inggris, yang saya ikuti.
Tepatnya di bawah kaki gunung Cycloop,
Sentani, Jayapura. Tidak perlu disebutkan lembaga kursusnya. Dia hampir mahir
bicara bahasa inggrisnya.
Kamu pernah kah tidak, temui pria yang
terlihat tahu betul tentang bahasa inggris di depan orang. Terutama orang yang
cari perhatian kepada orang tertentu. Khususnya, saat mereka berbicara, speaking
dan listening atau mendengarnya fasih ,tapi lemah pada writing –
tulis dan baca, reading.
Nah, piria itu ciri-cirinya seperti
itu, dia terlihat pintar berbahasa inggris di hadapan saya. Meskipun kata-kata
terutama pronunciation - cara pengucapannya salah-salah.
Tapi kam?
Kami sudah saling kenal untuk sementara
waktu. Kami selalu menggoda. Kami pergi keluar sama-sama.
Kami makan bersama karena dia adalah
sekelas dan selevel dengan saya pada kelas bahasa Inggris. Apa lagi,
kami selalu pergi beli makanan yang dijual oleh mama-mama Papua di pasar Doyo
Baru Sentani. Pasar yang diresmikan oleh presiden Jokowi itu.
Omong-omong, cara dia berbicara inggris
membuat saya mengkhianati (menarik hati saya) pacar saya yang sebenarnya -
Yewen. Ia lancar dengan bahasa-bahasa rap dan hip-hop.
Saat dia rap, mama? saya hampir saja diskualifikasikan Yewen saja! sungguh mati.
Kursusnya hampir-hampir berakhir, jadi
kami pergi minum-minum (tidak selalu alkohol ee??). Kami mencari makanan dengan
beberapa teman untuk acara perpisahaan.
Di benaknya laki-laki itu terpikir
bahwa kami mungkin tidak akan bertemu lagi lantaran dekat liburan natal, jadi
dia memintanya untuk bermalam ke rumahnya setelah acara kecil kami selesai.
Ehh, tahu-tahunya, kami berhubungan
seks di rumahnya. Itu tidak terlalu bagus. Saya langsung merasa sangat
bersalah. Saya tidak pernah berbicara dengan Yewen, lagi!
Saya merasa bersalah tentang fakta bahwa
kami berhubungan badan lagi di pagi hari, karena saya tidak punya alasan untuk
kondisi tidak enak badan sehabis acara.
Saya pikir, saya adalah orang terburuk
di dunia.
Saya baku naik dengannya ketika saya
sadar. Selama yang kedua kalinya, saya berkomitmen untuk tidak melakukannya
lagi. Tapi saya menyesali pada pacarku dan cintaku Yewen.
Kurang lebih dua bulan kemudian,
keadaan saya menjadi sangat rumit gara-gara berkat kejadian gonta-ganti
pasangan. Saya menyadari bahwa saya ada bau-bau kehamilan.
Butuh satu atau dua hari untuk
tenggelamkan rasa bersalah. Saya harus berurusan dengan semua emosi yang datang
dengan kehamilan - yang tidak diinginkan.
Pacar saya, Yewen sangat mendukung
ketika saya memberitahu dia tentang kehamilan itu, bahwa saya mau melakukan
aborsi. Aborsi membuat rasa bersalah kira-kira seratus kali lebih buruk.
Yang bisa saya pikirkan adalah, saya sungguh-sungguh mengacaukan hidup dan
harga diri saya terhadap Yewen yang selalu setia dan suportif.
Yewen kaget kehamilan saya karena kami
berdua tidur bersama-sama tidak terlalu banyak.
Jadi dia pikir, kenapa sampai saya
bisa begini - hamil?
Orang tuaku membiarkan saya. Tidak ada
sekata apapun dari mereka tentang kehamilan saya lantaran kakak laki-laki juga
sudah terjerumus dalam hal yang hampir sama dengan kasus saya.
Perbedaannya adalah kakak saya sudah
berkeluarga yang berselingkuh, sementaransaya masih dalam level berpacaran. Saya skilled dalam dunia selingkuhan. Saya tidak hanya bermalam dengan
Yewen, tapi laki-laki diluar pacarku juga. Tidak salah juga, orang tuaku
seakan-akan menjadikan kami anak-anaknya stereotip - lonte and aibon.
Sekitar dua tahun kemudian, saya
memberitahu pacar saya tentang perselingkuhan saya itu. Saya sudah berpikir
untuk mengatakan kepadanya berkali-kali sebelumnya, tetapi kolega-kolega dekatku menyarankan untuk tidak menceritakannya.
Mereka berkata, “kamu tidak akan
pernah melihat pria seperti Yewen lagi. Dia tidak berpikir posesif, stalking,
dan tukang jaga-jaga kamu. Lebih baik, baginya untuk tidak mengetahuinya.”
Tetapi saya terkejut melihat betapa
banyak rasa bersalah itu menampun dan terpendam selama dua tahun.
Pengalaman-pengalaman itu tidak akan hilang
begitu saja di benakku. Saya sambil merenungkan
kejadian-kejadian sebelumnya.
Pembongkaran api cemburu saya merilis
ketika kami sedang dalam liburan. Saya memberitahunya pada malam minggu
sementara kami berada di Ita Cafe, Mega Futsal Abepura, Abepura, Jayapura.
Saya mengatakan kepadanya betapa saya
merasakan gundah gulana, dan bagaimana hal itu merusak saya. Saya mulai
turun kepala saya. Menangis.
Yewen bingung karena kami baru saja
makan makanan khas Papua seperti papeda campuran ikan cakalang. Di café tempat
kita makan, tidak hanya makanan yang menemani kami, tapi pemilik Ita Cafe, juga
bikin speakernya abu naik. Suaranya seperti biasa, khas cafe; santai, romantis, dan
menikmati. Mace sepertinya benar-benar memahami keadaan kami karena mace
mulai putar lagunya Black Sweet, Kau Aku dan Dia.
Lagunya pas dengan situasi kami. Reef
dari lagu ini sungguh mengesankan; “Walaupun Jurang Yang Kau Cipta, Untuk
Memisahkan Dia Dan Aku, Tak Akan Ku Dendam Padamu, 'Kan Ku Buat Titian, Untuk
Kau Aku Dan Dia”.
Saat Yewen ingin tahu alasan saya
menangis, saya mudah saja bilang ke dia bahwa saya menangis tidak hanya karena
saya mengungkapkan perasaan ketidak-respekkan saya kepadamu, tapi saya juga
menurunkan air mata sejak lagu ini benar-benar menegur dan seakan-akan tangan
fisikmu menampar saya.
Lanjut suara saya terlihat menangis
sambil meresapi inti dari lagu tersebut dan membayangkan:
“Meskipun saya membuat jurang, dan
mencoba memisahkan antara saya, Yewen, dan laki-laki yang saya berhubungan,
Yewen tidak pernah marah saya, malah Yewen adalah bagaikan tukang kontraktor
yang menjadikan jembatan yang kuat tanpa patah bagi kami semua.”
Lalu Yewen berkata sambil pegang tangan
saya kuat-kuat diatas meja, "saya senang kamu bisa memberitahuku
tentang hal itu."
Hebatnya, Yewen oke-oke saja tentang
itu.
Yewen beri tahu lagi bahwa, “saya
tahu kamu berada di ruang pola pikir yang aneh selama beberapa bulan pertama
hubungan kami.” Yewen tahu bahwa saya tidak akan pernah
melakukan ketidakjujuran sama Yewen mulai sekarang.
Namun, ada pertanyaan muncul setelah
dengar jawabannya tentang, Yewen tahu keberadaan saya saat pertama kali kami
berpacaran.
Kenapa Yewen tidak mengingatkan dan
menegur saya selama saya lagi bertiduran sama laki-laki lain? Saya
berani bilang hal itu langsung ke Yewen sambil bersandar di dadanya.
Yewen jawab, “jika saya tegur kamu dan
kemudian ada ketahuan saya berpacaran dengan kamu, saya akan merasakan malu di
kalangan Gereja (nama baik saya di Gereja akan turun), terutama kepada kedua orang tuanku. Karena Ortuku menyarankan selama berkuliah,
saya dilarang punya pasangan perempuan, jangankan menghamili.”
Lantaran lanjut Yewen, “biaya kuliah,
makan-minum tidak jadi kirim dari kedua orang tuaku kalau kedapan saya
berstatus pasangan dengan kaum hawa.”
Sekarang saya tahu kenapa dia tidak
membongkar keselingkuhanku terhadapnya. Dia takut mempublikasikan ke publik.
Apalagi didengar oleh orang tuanya.
Saya beraborsi itu juga di luar pengetahuan orangtuanya dan warga gerejanya.
Saya sangat senang saya sudah
mengatakan kepadanya. Saya tidak bisa menangani rasa bersalah lagi.
Awalnya, saya menyesal tidak memberi
tahu dia lebih awal sejak dia menerimanya dengan sangat baik. Tapi saya
memberitahunya tentang perselingkuhan sesaat saya merasa siap untuk
memberitahunya.
Oleh karena itu, saya tidak berpikiran
kesal dan tidak memberitahu sebelumnya. Saya membutuhkan waktu untuk
mengungkapkannya. Padahal itu adalah salah besar saya.
Saya tidak akan pernah jadi pengkhianat
lagi sekarang. Saya tidak ingin disebut pelacur.
Saya berpendapat bahwa pelacur adalah
tidak hanya orang-orang yang kerjanya prostitusi semata, di mana imbalannya bisa
mendapatkan berupa uang.
Mereka yang kerjanya dunia
perselingkuhan juga adalah termasuk pelacur.
Itulah kenapa pelacur dan tukang
selingkuh adalah sinonim – beda kata, tapi sama maknanya.
Apakah saya termasuk kategori pelacur? kelakuan sisi gelap
saya selain rajin ke gereja.
Sekali lagi, saya terpana dengan
banyaknya rasa bersalah yang saya gendong karena one-night stand -
sebuah istilah di mana dua orang memiliki hubungan seksual dan tidak ada
harapan membangun hubungan romantis - berpacaran.
Saya menyadari bahwa selama dua tahun,
imbalan saya sebagai seorang cewek tukang selingkuh adalah upah borongan
kesenangan diri sendiri, which is baik.
Tapi di sisi lain finansial adalah yang
utama.
Contoh kasus. Setelah kelas selesai
pada suatu sore hari, saya dapat bertemu dengan kakak tingkat saya di jalan
raya Abe. Karena dia mau ajak saya jalan-jalan, kami baku tukar no. HP.
Besoknya, kakak itu mengajak saya jalan-jalan perbatasan PNG-Indonesia, Skow,
Jayapura.
Kakak itu dan teman laki-laki lainnya
bersama kedua adik perempuannya datang menjemput saya di depan rumah. Karena
saya dan ada teman satu di rumah, saya ajak ikut bersama kami.
Sudah ada teman berbincang-bincang.
Pikiran saya puas.
Tetapi saya jalan dengan mereka tanpa
memberi tahu Yewen. Tapi Yewen keluar kota pada saat itu.
Dalam hati saya berkata, “tidak
perlu bagi saya untuk mengingatkan Yewen kalau saya lagi mau jalan bertamasya.”
Akhirnya, kakak-kakak menghibur saya dan temanku. Mereka drop kami kembali di rumah.
Pas saya lagi setelah istrahat sedikit
karena capek dan mandi pada jam-jam 9 malam waktu Papua, ada pesan masuk di HPku.
Kak itu ajak makan malam dan SMS ke
saya: “ade, mari makan kak bayarkan. Kalo mo datang, ambil ojek. Lalu datang
saja. Kak kan bayarkan.” Tulisan berikutnya kak kirim alamatnya di area Tanah Hitam, Kamkei, Abe.
Saya terjung kesana. Kebetulan di rumahku makanan habis. Beras ada tapi sayur tidak ada. Ah sudah, jalan saja.
Suara kecilku.
Saya kesana menurut alamat yang dikirim. Tiba di tempat makan berdekatan dengan hotel kak itu tinggal. Jam
sudah mulai malam. Saya pamit pulang setelah menikmati makanan malam.
Saya pulang ehh, trimsh atas
makanannya. Saya bilang saya ke kak. Sa pamit pulang kak.
Sayangnya, kakak saya itu menawarkan
saya bermalam di hotel tempat dia tinggal.
Saya bingung. Pilihan apa yang saya
tentukan yakni pulang atau tinggal. Kalau saya pulang, malam plus
saya adalah perempuan lagi kalau pulang malam-malaman dan tidak ada kendaraan.
Diajak antar mobilnya yang tadinya kami pake.
Kak bilang, “mobilnya sewa, jadi
sudah diambil pemiliknya.”
Saya terpaksa tinggal. Saya tidak
merasakan takut karena kakak angkatan itu dekat betul sama saya apa lagi kami
biasanya baku bercanda-candaan.
Namun, malam itu menjadi saksi bisu
karena saya tahu bahwa kakak juga adalah seorang ular bagi saya. Saya tidak
tolak permintaannya. Saya down selama dia memamerkan gambar Soekarno-Hatta
di depan saya.
Kakak juga dalam hatinya mau-mau dengan
saya. Ia mengungkapkan hal itu saat kami dalam silent room.
Dia mengungkapkan perasaan dan
ketertarikannya kepada saya. Dia berkata kepada saya, “sebenarnya saya suka
sama kamu, tapi saya malu mengatakan secara terang-terangan.”
Dia baru tahu kalau saya berstatus
berpacaran. Itu juga karena saya menceritakannya. Sebelumnya, dia sama sekali
tidak tahu status saya dengan Yewen.
Setelah dengar cerita tentang hubungan saya dan Yewen, Laki-laki angkat
bicara dan lanjut berbumbuhi dengan perkataan rayuannya, seakan menggulingkan
kepala saya sampai seolah-olah dia Aiwa saya dan mengatakan:
“Sebelum orang berkeluarga dan
bermaskawin, orang itu ibarat berjualan di pasar. Siapasaja bisa beli selama ia
adalah masih belum punya pernikahan yang sah meskipun ia dalam berpacaran.”
Oh iya ya? Dalam hati. Karena saya ingat kutipan
cinta terkenal oleh penyair asal Inggris, William Shakespeare; The course of
true love never did run smooth - perjalanan cinta sejati tidak pernah berjalan
mulus.
Saya sudah penjelajahan atau kemesrahan
dengan Yewen. Di sisi lain, kata di atas ini mematikan pikiran cinta saya kepada
yewen juga.
Momen itu saya memahami bahwa, “teman
bercandaan dan teman terdekat bisa saja menjadi teman musuh dekat.” Saya juga
tidak percaya dengan orang bilang, “pengalaman adalah guru yang terbaik.”
Setelah saya mengalami rentetan kebiasaan
tidak baik itu, kenapa saya tidak bisa membenarkan diri dari pengalaman, dan
kemudian saya tidak menghindari berselingkuh: tidur sama orang lain lantaran
saya sudah berjanji sambil menangis di hadapan Yewen kalau saya tidak akan
melakukan hal serupa lagi.
One-night stand dan
semua laki-laki yang saya kena, hampir tidak pake kondom: malapetaka.
Saya tidak hanya was-was pada penularan
penyakit seksual, tetapi melakukan hubungan seks tanpa kondom juga bisa
menyebabkan kehamilan Memalukan diri saya sendiri dikarenakan saya ada dalam
bangku studi, dan hamil di luar nikah.
Yang paling menyebalkan lagi adalah
kena penyakit HIV/AIDS.
Tentu dengan jujur, dua-duanya saya
sudah kena positif; kehamilan yang kedua kalinya setelah aborsi diam-diam dan
kena ciuman HIV/AIDS.
Kehamilan yang terakhir ini, saya kira
tidak jadi masalah buat Yewen karena dia tinggal menuggu wisuda saja. Dan
barangkali Yewen adalah bapak dari bayi yang ada di perut saya.
Tentunya orang tua senang karena
anaknya sudah berujung kuliah, bisa bebas untuk buka relationship dengan
perempuan; saya orangnya.
Bisakah kamu bayangkan bagaimana
bingungnya jika kamu sebagai cewek hamil tanpa tahu siapa darah asli anak dalam
kandunganya dan dapat memilahnya sejauh anda juga berpengalaman seperti saya?
Ini bukan hanya darah Yewen saja! Kalau
aborsi, dunia bilang itu hak. Tapi suara minor di kalangan masyarakat lain,
aborsi adalah ke-tidak-manusia-an sesuai tradisinya. Sulit meman tuk klik salah
satuhnya.
Kehamilan keduakaliku adalah
pengorbanan dan pertobatan saya dari kelakuan sabotase dan dunia kegelapan di
belakang pacar saya.
Tamat.
Catatan: Tulisan
ini sepenuhnya adalah fiksi dan imajinasi belaka.