Oct 14, 2017

Carolina Cory Kayame, Saat Landas di Airport Enarotali


Whatever we believe about ourselves and our ability comes true for us.” —Susan L. Taylor,  Jurnalis Amerika


x


Carolina Cory Kayame (31) adalah perempuan asli Papua pertama yang berhasi dilabelkan menjadi pilot selain perempuan-perempuan luarbiasa lainnya dalam hal dunia pengemudi kendaraan burung besi (pesawat). Ia telah menerbangkan Pesawat Cesna Caravan PK ICY dari bandara udara Douw Aturure, Kota Lama, Nabire, (yang nama bandaranya adalah saat ini dikecewakan oleh banyak orang karena mereka diberi nama bandara new-person/position in the land punya nama, mereka pikir nama bandara itu seharusnya bandara Karel Gobay sebagai bupati OAP (orang asli papua) pertama 1969-1972 setelah AKBP Drs. Soerodjotanojo, SH.) ke Paniai, Minggu (2/0613). Ia sampai selamat di bandara “Awetako Enaa Agapida”, dalam Indonesia, “Hari Esok Lebih Baik dari Hari Ini”, kalau dalam Ingrris, “Tomorrow is Better than Today” Paniai, Papua.

Ketika Cory Kayame sampai di lapangan terbang Enarotali Paniai, puluhan perempuan berpakaian adat menyambut dia dengan pelukan, ciuman dan tangis.

“Jujur saja, saya tidak tahu harus berkata apa ketika mereka memeluk saya,” tutur Cory anak kedua pasangan Hengky Kayame (sekarang Bupati Paniai)-Anuaria Gobay.

“Saya merasa bangga saya tercatat menjadi pilot perempuan pertama di Papua dan Papua Barat, (dalam sejarah Papua dua provinsi ini jadi satu: WEST PAPUA). Saya yakin jika ada niat baik di hati dan kerja keras, pasti Tuhan akan menolong. Utamakan Tuhan dan tentunya di mana ada kehidupan di situ ada harapan dimana dia diistilahkan idiom Inggris hope springs eternally” ujar Cory.

Lebih lanjut, kata dia, manusia memiliki kecerdasan yang diberikan oleh sang pencipta. Tinggal bagaimana manusia itu mengolah kecerdasan itu menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya dan sesama. Terkadang, orang merasa bahwa dirinya memiliki banyak kekurangan, sehingga niat untuk berusaha menjadi tertahan, atau hopeless.

Ayahnya, Hengky, berkisah soal pengalaman kecil Cory. “Sejak kecil Cory takut terbang dengan pesawat. Bila ada goncangan dalam pesawat dia memeluk ibunya,” kata ayahnya.

Niat menjadi pilot muncul sejak Cory duduk di bangku SMA. Tiap kali pulang kampung ke Paniai atau Wamena, dalam benaknya, terekam sulitnya warga bepergian. Kondisi alam memaksa warga untuk menggunakan pesawat. Padahal, ongkos naik pesawat sulit dijangkau kebanyakan warga yang hanya petani.

Pilot perempuan itu membayangkan bila ada warga yang sakit dan tidak bisa dirujuk hanya karena tidak punya uang untuk naik pesawat.

“Saya tidak pernah berpikir akan jadi pilot. Tapi, setelah melihat kondisi Papua yang sulit dan terisolasi, saya berpikir tentang sesuatu yang bisa saya buat. Saya bersyukur orang tua mendukung,” kata alumni SMAN 1 Jayapura (hanya kelas 1) ini.

Lanjut Kory, “Saya percaya perempuan lain di Papua juga pasti bisa. Saya bersyukur, pertama kepada Tuhan dan kepada kedua orang tua saya yang telah mendukung saya. Tidak pernah saya bayangkan jadi seorang pilot. Tapi setelah saya melihat kondisi alam Papua yang terisolasi terutama dari jangkauannya, saya berpikir bahwa saya akan lakukan sesuatu berdampak baik di mata masyarakat Papua, makanya dalam pikirannya terinspirasi dengan kata-kata Hillel the Elder tokoh pemimpin religius terkenal asal Yahudi, yaitu: “Kalau bukan kita, siapa lagi? Kalau bukan sekarang, kapan lagi?” jika diterjemahkan "If not us, who? If not now, when?.

Perempuan kelahiran 14 Juli 1986 di Wamena itu menapaki jalan panjang sejak belajar di SD Santo Yusuf, Wamena. Selama dua tahun, Cory harus menjalani kelas III di SD Negeri Inpres Hedam Abepura. Dia lalu masuk SMP Santo Paulus Padang Bulan dan SMUN 1 Jayapura. Setelah setahun di SMU 1 Jayapura, dirinya melanjutkan kelas II dan kelas III SMA di Australia.

Setelah lulus SMA di Australia pada 2006, Cory mengikuti kursus bahasa Inggris selama enam bulan. Setahun kemudian, pada 2007, dia diterima di sekolah penerbangan di Lilydale, Australia, dengan tempat training di MAF (mission aviation fellowship). Di tempat itu, dirinya belajar flight training pada 2007-2009.

Akhirnya, setelah mengikuti program teknik mesin selama setahun, Cory bisa mengikuti program test flight pada 2011.


“Saya memulai dari pesawat kecil jenis Cesna 172, Cesna 256, dan Cheroke selama training. Sekarang saya sudah menyelesaikan semua program studi, tinggal bagaimana mengabdi,”kata dia berkisah.

Sumber:






0 comments:

Post a Comment