Apr 30, 2017

Diferensial Pola Pikir Mahasiswa Indonesia dengan Mahasiswa Luar Negeri

google/images


Siswa atau yang mendapatkan nama suffix “maha” menjadi mahasiswa yang pada umumnya adalah anak muda yang berjiwa emas. Katakanlah, mereka adalah kaum intelektual, berkreatifitas tinggi, generasi yang paling cepat merespon perubahan, bertatakrama, dan pastinya berpendidikan. Tapi apakah semua mahasiswa itu persis sama? Apakah ada perbedaan terhadap pengaruh budaya, social, lingkungan terhadap perilaku anak-anak muda ini yang notaben-nya mereka semua adalah bisa dibilang Maha-Siswa. Sekarang, sebenarnya kondisi para generasi bangsa ini, khususnya di Indonesia, apakah ada baik-baik saja? Jika generasi bangsa ini kita membedahkan dengan generasi bangsa negara lain? apakah masih terlihat baik?

Ada beberapa mind-set Mahasiswa yang sangat berbeda jauh antara Mahasiswa Indonesia dan Mahasiswa di luar negeri:

1. Sebagian besar kampus di Luar Negeri, tra ada sistem absensi

Beberapa Kampus di luar negeri gak pake sistem absensi, ini karena Mahasiswa disana sudah sangat sadar mengenai pentingnya belajar. Jadi gak ada absensi pun mereka tetap datang, mereka tetap hadir mengikuti pembelajaran di kelas. Yang penting akumulasi tugas dan ujiannya bagus, itu sudah bisa naik ke semester berikutnya. Gak da sangkut pautnya dengan kehadiran. Paradigma dan kebiasaan yang benar-benar patut di jiplak.

2. Sosial media epenkah? Makanan boleh!

Mahasiswa di luar negeri sangat jarang yang tahu apa itu Path, Instagram, Twitter dan beberapa jajaran Sosial Media lainnya, yang hampir semua Mahasiswa di Indonesia merasa tra konfidensi kalau tra punya. Buat Mereka, terlalu “kill time” untuk mengetahui apa yang orang lain lakukan. Itu juga yang membuat mereka mempunyai lebih banyak waktu tuk membaca buku atau berdiskusi mengenai aliran pemikiran mereka terkait dengan berbagai topik. Hal ini lebih link ke budaya mereka, yang terkesan individual.

3. Kerja ½ time. Wibawa mereka?

Sebagian besar Mahasiswa Indonesia itu gengsinya setinggi gunung maunya kerja yang ini, yang itu. dilema ini itu. Kalo di luar negeri kebanyakan mahasiswa kerja part-time, dan gak pilah pilih, juga gak jadi penilaian dari mahasiswa lainnya mengenai pekerjaan orang lain. Mulai pelayan restoran, kasir Dept Store, Pegawai pom bensin, penulis, banyaklah. yang waktunya mereka bisa bagi dengan perkuliahan. Kerja tra membuat mereka geng si, buat mereka lebih gensi itu kalau minta $/Rp sama orang tua.

4. Kemampuan nomor 1, penampilan nomor 100000.

Yang dimaksudkan disini mengenai prioritas keuangan mereka , kebanyakan dari mahasiswa luar negeri lebih mengutamakan prioritas pemanfaatan keuangan mereka untuk keperluan kuliah, setelah kebutuhan kuliah sudah keluar semuanya, baru pikir yang aktifitas lainnya. Kalau di compare dengan gaya hidup mahasiswa di Indonesia, sebagian besar (tra semuanya) lebih mengutamakan belanja keperluan ini itu, untuk sekedar memenuhi #trend gaya hidup. Beli Handphone/, things that is new released!. Beli buku? Korek kepala dulu.

5. Party at the time, Study in the moment.

Pada saat belajar, ya? belajar. Pada saat party, ya? party. Ini salah satu budaya Mahasiswa di beberapa Negara maju. Mereka tetap party, tapi kuliah tetap masih jadi prioritas. Intinya, semua dilakukan pada waktu dan tempatnya. Bukan karena follower gaya hidup, party sana sini, kuliah jadi #1.

6.Tetap ke kampus, walaupun tra ada dosen.

Mahasiswa di luar negeri, mereka sangat concern dengan study mereka. Hal ini disebabkan oleh banyaknya tugas dan budaya belajar di perpustakaan serta persaingan yang sangat ketat. Oleh karena itu, walaupun tra ada jadwal kuliah mereka tetap datang ke kampus. Kalau Mahasiswa di Negara kita, what looks like? sebagian besar (sekali lagi, tra semuanya) ke kampus kalau ada jadwal kuliah, kalau tra ada ya! tra juga.

7. Budaya membaca, jauh panggang dari api!

Budaya membaca mahasiswa di Indonesia, jauh panggang dari api - Gimana mau matang. Mahasiswa di luar negeri rajin baca buku, bahkan rata-rata mahasiswa di luar negeri membaca 1-2 buku perminggunya. Prinsipnya, kalau mau jadi sarjana harus baca ribuan buku. Di Indonesia, kalau mau jadi sarjana tra perlu baca buku.

Melihat dan mengadopsi budaya orang lain, kalo itu positif, kenapa tidak. segera buat perubahan positif. dimulai dari diri sendiri, yang pastinya akan berdampak bagi diri sendiri, dan orang lain bisa baca dari kebiasaan anda kemudian hal positif tersebut bisa tersebar ke pelosok tanah kita tercinta kalau itu dilakukan secara bersama – sama, akan memberikan dampak yang baik bagi bangsa ini. Miris lihat Indonesia, kalau Mind Set generasinya masih itu-itu saja.

Source: petik2kan dari lain.

0 comments:

Post a Comment