Kelima sosok ini membuktikan bahwa guru yang benar-benar pahlawan tanpa tanda jasa. Tanpa
rasa takut dan ragu, mereka mengorbankan diri demi menuntaskan tugas mulia
untuk mengajar. Siapa saja dan bagaimana kisah guru-guru inspiratif tersebut?
Keep reading.
1.
Mengajar dengan seutas tali
Menjalani
profesi sebagai guru butuh dedikasi dan kecintaan yang sangat tinggi. Hal ini
dapat kamu lihat pada sosok guru dari dataran Cina yang bernama Zhu Youfang.
Guru berusia 49 tahun ini mengajar Sekolah Dasar di provinsi Hubei, Cina.
Selama tiga tahun ke belakang, ia menderita penyakit Spinocerebella Ataxia
(SCA). SCA ini penyakit langka yang membuat koordinasi tangan, bicara, serta
gerak mata terganggu. Biasanya, disebabkan karena faktor genetik. Ayah Zhu
pun mengidap penyakit ini, smart buddies.
Mengajar menggunakan alat bantu tali. Sumber: cdn-klimg.com |
Dalam
kondisi yang sangat memprihatinkan, Zhu sering kali kesulitan untuk
beraktivitas. Mulai dari mengangkat tangan, bangkit berdiri, serta memutar
kepala untuk menghadap siswa-siswinya. Ketika mengajar, ia sering kali harus
berhenti dan istirahat sejenak untuk memijat kepalanya yang pusing. Untuk
membantu Zhu mengajar, sang suami yang bekerja di tempat sama mengikatkan
seutas tali pada papan tulis yang digunakan Zhu. Zhu jadi lebih mampu menjaga
keseimbangan berkat bantuan tali tersebut.
Dari
pihak sekolah sendiri pun sesungguhnya telah meminta Zhu agar lebih banyak
beristirahat. Mereka berjanji akan tetap membayar Zhu dengan gaji penuh. Namun,
Zhu tidak menerima penawaran tersebut karena tekadnya yang kuat untuk mengajar.
Ia tetap datang dengan penuh semangat untuk berbagi ilmu di sekolah tempatnya
mengajar selama 31 tahun belakangan. Para anak didiknya yang mengetahui
penyakit langka yang diidap gurunya pun sering menjenguk dan mendoakan agar
lekas sembuh. Well, perhatian dan kasih sayang dari para siswa inilah yang
menjadi sumber kekuatannya. Tidak hanya itu, dukungan tidak pernah putus datang
dari rekan sesama guru, keluarga, juga wali siswa. Selama kemampuan
berbicaranya tidak hilang, Zhu akan terus memantapkan dirinya untuk menjadi
pengajar yang berdedikasi tinggi.
Seorang guru Sekolah Dasar Oakfield di Amerika Serikat bernama Jodi Schmidt rela mendonorkan ginjal untuk salah satu siswanya. Kejadian ini berawal ketika salah seorang siswanya yang bernama Natasha Fuller sudah berhari-hari tidak hadir di sekolah. Jodi pun mencari tahu kabar dari berbagai macam sumber. Ternyata, Natasha tengah berada dalam perawatan karena kondisinya menurun dan membutuhkan donor ginjal segera. Saat itu, gadis berusia 8 tahun ini dirawat di Children’s Hospital, Wisconsin.
Sejak lahir Natasha telah didiognosis mengidap Prune Belly Syndrome. Sindrom ini membuatnya berisiko tinggi mengalami infeksi saluran kemih dan pengembangan otot perut. Selama ini memang Natasha wajib menjalani serangkaian pengobatan, yaitu tiga kali seminggu ke rumah sakit guna cuci darah. Nah, karena penyakit inilah akhirnya lama-kelamaan merusak ginjalnya.
Jodi dan Natasha. Sumber, http://www.fdlreporter.com |
Setelah mengetahui kabar tersebut, Jodi mempunyai rencana mulia untuk membantu Natasha. Usai berdiskusi terlebih dulu dengan suami dan keluarganya, ia membulatkan tekadnya. Ia memanggil nenek Natasha, Chris Burleton selaku wali dari Natasha untuk datang ke sekolah. Beberapa tahun belakangan gadis itu tinggal bersama kakek dan neneknya.
Pada awalnya, Chris menyangka panggilan tersebut merupakan teguran dari pihak sekolah karena cucunya tak kunjung menampakkan diri. Namun, ia justru dikejutkan dengan sebuah hadiah yang sangat menggugah. Jodi memberikannya sebuah kotak berwarna merah jambu. Saat kotak tersebut dibuka, seketika Chris histeris dan menangis terharu. Di dalamnya, terdapat sebuah pesan yang menyatakan bahwa Jodi berniat untuk mendonorkan ginjalnya bagi Natasha. Sontak Chris memeluk Jodi sambil mengucap terima kasih tiada henti.
3.
Mengajar siswa meski terbaring lemah di rumah sakit
Guru
dan siswa tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Setiap guru pasti sangat
menyayangi siswanya, bahkan sudah seperti buah hatinya sendiri. Guru selalu
mengupayakan segala hal agar siswanya mendapatkan hal yang terbaik, meski
sedang sakit keras sekalipun.
Liu mengajar para siswanya di rumah sakit. Sumber: http://www.ladiesmail.us/
|
Liu
Shengping, seorang guru Seni dan Ilmu Sosial di Sichuan Normal University, Cina
melakukan suatu hal yang menciptakan haru. Sejak bulan April, Liu didiagnosis
menderita gagal hati akut dan sirosis hati yang membuat kondisi tubuhnya
semakin hari semakin lemah. Meskipun ia telah menjalani perawatan di rumah
sakit sepanjang dua bulan terakhir, tapi tidak kunjung membuat tubuhnya
berangsur baik. Agar dapat perawatan yang lebih baik dan juga donor hati, tentu
membutuhkan biaya besar. Namun apa daya, Liu hanya bisa bersabar dengan
kondisinya karena tidak ada biaya perawatan.
Oleh
karena keadaan inilah, Liu meminta agar siswanya datang ke rumah sakit tempat
ia dirawat untuk menyampaikan materi pelajaran bagi mereka untuk terakhir
kalinya. Sekitar 20 siswa hadir dan terlihat menangis menyaksikan Liu. Dari
tempatnya berbaring, ia menyampaikan banyak nasihat penting untuk siswanya.
Sepanjang hampir 13 menit, Liu menekankan perihal pentingnya rasa syukur dan
hidup damai untuk menjalani kehidupan yang lebih baik. Semua yang disampaikan
bertujuan agar siswa lebih tegar dalam menghadapi setiap ujian hidup. Dengan
demikian, hidup akan lebih nyaman berdampingan satu dengan yang lain.
Sebagai
penghargaan dan memberi semangat untuk melawan penyakitnya, para siswa
menyanyikan sebuah lagu Cina berjudul A Grateful Heart. Lagu ini merupakan lagu
sedih yang didedikasikan untuk orang yang paling penting dan berpengaruh dalam
kehidupan seseorang.
4.
Menyeberangi sungai berarus deras
Dikarenakan
rasa cintanya yang amat besar pada profesinya, Abdul Malik rela berenang
menyeberangi sungai berarus deras setiap harinya. Menurut guru asal India
ini, tidak ada satu pun yang mampu
memisahkan ia dan para siswanya. Pria asal kota Malappuram ini sudah dua dekade
lamanya nekad berenang di air yang mencapai setinggi lehernya.
Abdul Malik menyeberangi sungai deras untuk mengajar. (Sumber: themedots.com) |
Hal
ini dilakukan lantaran jarak antara tempat tinggalnya dengan sekolah lebih
dekat ditempuh melalui sungai. Bisa-bisa saja ia menggunakan bus, namun
jaraknya sekitar 12 kilometer dan butuh waktu 3 jam lamanya. Menurutnya,
berenang melintasi sungai akan lebih cepat dan membuatnya tepat waktu sampai di
sekolah. Saat berenang, ia mengganti baju kerjanya dan dimasukkan ke dalam
kantong plastik. Setibanya di seberang, barulah ia mengganti dan meneruskan
perjalanan ke sekolah dengan berjalan kaki.
Terakhir,
sosok guru inspiratif ini datang dari negeri Ibu Pertiwi. Pak Untung
sudah 24 tahun lamanya mengabdi sebagai guru honorer di sebuah Madrasah
Ibtidaiyah (MI) Miftahul Ulum di Sumenep, Madura, Jawa Timur. Ia memiki
keterbatasan fisik, yaitu tidak memiliki lengan. Namun hal ini tentu tidak
kunjung membuatnya pesimis dalam menjalani profesi mulia tersebut.
Pak Untung lihai menulis huruf Arab dengan kakinya. Sumber: liputan6 |
Hal
ini dibuktikan dengan opini dari para siswa yang mengaku sangat betah, senang,
bahkan sayang dengan Pak Untung. Meskipun tanpa lengan, bukan berarti ia tidak
bisa melakukan tugas-tugas yang dilakukan guru pada umumnya. Ia sangat profesional
dalam mengajar. Menulis di papan tulis, memberikan nilai, dan sebagainya.
Bahkan, jari-jari kakinya amat lihai dalam menulis huruf Arab lho, smart
buddies. Ia pun tidak canggung mengoperasikan laptop.
Akan
tetapi, sungguh disayangkan profesionalitasnya sebagai guru belum mendapat
penghargaan yang sepadan. Upahnya dalam sebulan pun ‘hanya’ 300 ribu rupiah.
Demi memenuhi biaya hidup sehari-hari Pak Untung beternak ayam dan juga
mengajar pengajian dengan bayaran seikhlasnya.
Itulah
tadi lima sosok guru yang mengorbankan dirinya sepenuh hati demi mencerdaskan
dunia. Semoga bisa menjadi inspirasi kamu ke depannya. Apa kamu punya cerita
inspiratif lainnya? Ceritakan di kolom komentar dibawah. Semoga!
0 comments:
Post a Comment