Pic: PrtSc - Screenshot di layar TV/Ist |
Catatan Mata Najwa
Setelah menyaksikan tayangan Program favorit TALKSHOW saya yakni Mata Najwa. Yang dipandu oleh Mba Najwa Shihab itu sendiri lewat Stasiun TV milik Suryah Paloh yaitu Metro TV dengan slogan “elevate to knowledge” dengan topik Damai Papua (peace of Papua). seketika ingin menuliskan apa yang saya nonton tayangan tetapi besoknya saya cari warung Net. untuk mengunduh pembahasannya lewat video pendek di YT lalu saya menuangkan/menuliskan di blog ini.
Selamat baca.
Mata Najwa dimulai seperti biasa dengan narasi pembuka oleh Najwa Shihab dengan narasi yang menggelitik, penuh tanya, dan menggelitik pemirsa untuk penasaran dengan pembicaraan yang akan disajikan di Mata Najwa. Kali ini tema yang diangkat dalam Mata Najwa adalah Damai Papua. Prolog awal dari Najwa adalah dengan memberikan sebuah penyataan sekaligus pertanyaan, dimana Najwa mengatakan bahwa “Penjajahan Belanda dan pepera adalah penggalan sejarah Papua yang mendua, Dimana dalam benaknya, orang Papua bertanya, Mereka anak kandung Belanda, Indonesia atau wilayah yang merdeka?. Nyatanya Papua adalah anak Bangsa Indonesia yang murung berkerudung duka. Bapaknya (Bangsa Indonesia) tak juga mampu menjawabnya. Mulai dari pembangunan yang terlunta, membungkam isi hati, mengkambing hitamkan gagasan, kekerasan negara, hingga bagaimana memanusiakan orang Papua. Inilah Mata Najwa Damai Papua”. Begitulah prolog dari Najwa Shihab memulai acara Mata Najwa.
Perbincanganpun berlangsung menarik dimana pada awal perbincanag disinggung oleh Muridan S.Widjojo sebagai tamu bahwa Akar masalah Papua adalah akar integrasi dan marginalisasi. Sejarah bergabungnya Papua dengan indonesia, “Sebagian orang Papua pada saat itu merasa proses menjadi bagian dari Indonesia pada saat itu tidak sah (legitimasi)” ujar, Muridan S.Widjojo. Selain itu orang Papua mengalami mengalami proses marginalisasi. Marginalisasi dalam pembangunan, tertinggal jauh dari daerah lain. Ada ketimpangan yang sangat jauh bila membandingkan Papua dengan Jakarta. Jakarta berkembang maju dengan pesat, penuh kemewahan, sementara Papua tertinggal, tidak ada pembangunan yang terlihat nyata, mereka terpuruk. Oleh karena itu menurut Paskalis Kossay , orang Papua sering bertanya, dimana hak kita sebagai orang Indonesia? “Posisi kita sebagai orang Papua ini tanda kutip. Apakah kita memang penuh sebagai WNI atau kita dimana?” Paskalis Kossay. Yang lebih memperihatinkan adalah warga papua terkadang dianggap sebaga warga kelas dua.
Ketimpangan, ketidakadilan, serta marjinalisasi itu kemudian memunculkan isu tentang Papua merdeka. Kemerdekaan menjadi isu dan alat untuk mendapatkan perhatian warga. Warga papua sangat tertarik dengan isu – isu merdeka. Pengaruh Alkitab serta mitos-mitos lokal semua masuk sehingga ada semacam obsesi yg terbangun berdasarkan hal-hal itu. Bahkan seorang Pendeta/Pastur akan sangat diperhatikan jika membahas mengenai isu merdeka. Kalo tidak mengaitkan dengan isu merdeka maka mereka tidak akan diperhatikan oleh warga. Jadi sudah sedemikian kuat perhatian warga papua dengan isu merdeka. Ini adalah luka kolektif rakyat Papua selama menjadi bagian dari Indonesia. Maka perlu mengurai terlebih dahulu luka yang dialami rakyat papua.
Kemudian ditanyakan kembali oleh Najwa, kenapa Aceh bisa, tapi Papua terlihat sangat sulit???
Lagi – lagi para narasumber sepakat bahwa antara Aceh dan Papua adalah dua hal yang berbeda. Ketika Aceh mengalami situasi seperti itu, kemudian ditawarkan OTSUS (otonomi khusus) 2002 yang merupakan hasil dialog antara Pemerintah dengan GAM. Namun apa yang terjadi di papua, otonomi khusus yang dilakukan itu memang dibentuk dari usulan LSM bersama Presiden waktu itu Gus Dur. Otonomi khusus yang tujuannya baik, namun pelaksanaanya sangat buruk. Dalam Otsus 30% dana untuk pendidikan. Dana besar tapi index pendidikan orang Papua masih rendah. Itu karena pelaksanaannya yangg tidak benar”. Ini sebenarnya yang menjadi masalah. ujar, Jusuf Kalla
Lalu bagaimana yang sekarang seharusnya dilakukan??? “tanya Najwa.
Jawab Jusuf Kalla, melihatnya harus dengan dilakukan dialog. Dialog ini sebagi salah satu bagian dari kompromi. Ditambahkan oleh Paskalis Kossay bahwa “Apabila kita dialog dalam suasana kekeluargaan, keterbukaan itu akan mudah”. Pemerintah harus membuka diri untuk berdialog, menghilangkan egoismenya demi tanah dan rakyat papua. Pemerintah harus menghilangkan pikiran negatif terhadap masyarakat papua. Dan yang pasti adalah apa yang telah disepakati atau diucapkan harus menjadi komitmen bersama dan harus dilaksanakan sesuai dengan apa yang diucapkan atau diputuskan. Apabila otsus itu sudah dicapai maka harus dijalankan dengan benar.
Akhirnya Mata Najwa diakhiri dengan pembacaan Catatan Mata Najwa oleh Najwa Shihab :
Dan Seperti biasa Mata Najwa pun diakhiri dengan alunan lagu dari Creed “One Last Breath”.
“Api prahara di bumi Papua awalnya karena beda penanggalan sejarah belaka. Namun kita lupa. Kita alpa membangun Papua. Kita tutup mata kekerasan negara memenjara jadikan pelanggaran hak asasi berita sehari-hari di layar tivi. Otonomi khusus belum Anda garap serius. Sedangkan pendekatan keamanan hanya akan lahirkan pemberontakan. “Ini bukan soal bintang kejora yang mendadak jadi huru-hara bersenjata”. “Ini soal keamanan manusia. Tentang bagaimana negara menjamin Papua”. Mulai dari aman pangan, aman ekonomi, aman politik, sampai aman budaya. Meniru semangat Helsinki, dialog perlu dibangun sekali lagi, agar tak ada perasaan Papua termarginalisasi di tanah sendiri”
Semoga...!
0 comments:
Post a Comment