May 7, 2017

Penyesalan: Paniai Berdarah, Police's Christmas Gifts

Orang yang hidup dalam penyesalan tentang masa lalunya, tidak menarik untuk menjadi teman seperjalanan menuju masa depan. (Mario Teguh)


Anak dari Malang, Jawa Timur, Dani (7 tahun) berebut baju dengan kakak tirinya, Dina (8 tahun). Gara-gara sehelai baju, mereka berselisih dan tidak ada yang mau mengalah. Namanya anak-anak, kukuh dengan keinginannya. Melihat hal ini, ayahnya yang bernama Deny, tampak kesal dan menjadi emosi melihat anak-anaknya bertengkar.

Entah setan dari mana, tiba-tiba ayahnya dengan penuh  emosi langsung mengambil sepotong bambu. Lalu, Dani, anak laki-laki yang masih berusia 7 tahun ini, dihajar dan dipukuli berkali-kali dengan bambu. Terus dipukuli dan dipukuli sekenanya di tubuh anaknya ini. 

Ayahnya ini benar-benar sudah gelap mata! Darah yang mengucur di tubuh anaknya sama sekali tidak mampu membuka mata hatinya. Ayahnya semakin beringas dan kalap ketika ayunan bambu terus dan terus menghantam tubuh anak yang masih berusia 7 tahun ini!
"Yah, saya minta maaf...," dengan lirih Dani yang tergeletak berkata kepada ayahnya setelah habis dipukulinya.

Kemudian, dengan suara sangat pelan, Dani meminta es krim. Setelah mencicipinya, Dani menghembuskan napas terakhir. Dani tewas di tangan ayahnya!
Melihat kenyataan ini, ayahnya menyesali atas perbuatannya. Tetapi nasi sudah menjadi bubur, penyesalan ayahnya sudah terlambat. Kisah nyata ini terjadi di Kota Malang pada tahun 2015 yang dimuat di Metrotvnews.com.

Andy Noya, pembawa acara Kick Andy di Metro TV, pernah mengalami penyesalan selama hidupnya. Dalam buku Andy Noya, "Kisah Hidupku" yang ditulis Robert Adhi Ksp, diceritakan bagaimana Andy Noya menyesali sebuah permintaan orangtuanya yang diabaikannya.

Pada tahun 1979, Andy Noya bersama orangtuanya tinggal di Irian Barat (sekarang Papua). Selama di Irian Barat, hidup Andy dan orangtuanya sangat kekurangan. Tinggal di losmen sempit yang masih berlantai tanah merah.

Pekerjaan ayah Andy pada waktu itu sebagai montir mesin tik. Semakin hari order servis mesin tik semakin sepi. Ditambah lagi ayahnya kini sakit-sakitan.

Suatu hari, Andy ingin menonton Sarung Tinju Emas, olahraga tinju yang sangat digemarinya. Tetapi entah kenapa, sore itu ayahnya tiba-tiba melarang Andy pergi. Ayahnya meminta agar Andy di rumah saja menemani ibunya.

Andy kecewa dan marah! Tidak biasanya ayahnya bersikap seperti itu. Andy bersikap tidak mau mengalah bahkan bersikukuh menonton tinju dengan cara membujuk ibunya agar diperbolehkan.
Akhirnya, ibunya dengan berat mengizinkan. Andy segera bergegas keluar rumah. Namun ketika Andy baru berjalan beberapa langkah, tiba-tiba ibunya berteriak panik.
" An, papi, papi, tolong!"

Andy kaget, kemudian berbalik dan langsung menerobos pintu kamar ayahnya.
Dilihat ayahnya sudah tersungkur di lantai. Andy kemudian menolongnya. Mata ayahnya menatap Andy dalam-dalam, mulutnya komat-kamit seperti ingin menyampaikan sesuatu, tetapi tak ada suara yang keluar dari mulutnya. Pada saat itu juga ayahnya meninggal di pangkuan Andy!

Dalam buku itu, Andy menulis, "Kalau ada yang masih kusesali sampai hari ini, ayah pergi dalam kondisi kami sedang bertengkar...."

Ahli kimia Alfred B Nobel (1833-1896)  asal Swedia, seorang penemu dinamit, mengalami juga penyesalan dalam hidupnya.

Pada tahun 1866, Nobel menemukan bahan peledak yang berfungsi untuk pengeboran, peledakan batu, pertambangan, dsb. Bahan peledak ini dinamainya dinamit. Bahkan kemudian dinamit ini memiliki detonator, alat pemicu ledakan.

Penemuan dinamit  ini mengilhami pihak militer untuk dipakai dalam perang. Faktanya memang dinamit dipergunakan sebagai senjata perang yang membunuh ribuan manusia di muka bumi.
Maka menyesallah Nobel atas penemuannya ini. Penemuan yang disalahgunakan yang membuat banyak orang menderita.

Akhirnya, dalam surat wasiat Nobel yang dipublikasikan pada tahun 1888, ia memberikan sebagian hartanya untuk dipergunakan pada perkembangan ilmu pengetahuan dan perdamaian di dunia. Dari sinilah tradisi penganugerahan Hadiah Nobel yang berlangsung hingga sekarang!

Saya sebagai anak asli Paniai – Papua, saya selalu ingin tahu dengan kisah-kisah seperti contoh diatas yang tidak jauh berbeda dengan kisah tragedi (Paniai berdarah) Police’s Christmas gift.

(*)Letusan senjata diiringan jatuhnya puluhan warga akibat terbembus peluru di Lapangan Karel Gobay, Enarotali, Ibu Kota Kabupaten Paniai, dua tahun lalu, 8 Desember 2014 sekitar pukul 10:30 waktu setempat, menyisakan duka hingga kini. Sebanyak 18 warga sipil terluka. Empat siswa SMA dan seorang petani menghembuskan nafas terakhir. Tanggal itu, tak akan hilang dari benak masyarakat Paniai. Dihari naas tersebut, mereka kehilangan sanak keluarga. Maut dengan perantara timah panas, entah siapa pemiliknya, dipaksa menjemput mereka.

Alpius Youw (17) siswa SMA YPPK Epouto, Yulian Yeimo (17) siswa SMA YPPGI Enarotali, Simon Degei (18) siswa SMA Negeri 1 Enarotali, Alpius Gobai (17) siswa SMA Negeri 1 Enarotali tergeletak tak bernyawa. Selain keempatnya, Abia Gobai (28), petani dari Enarotali juga dijemput mau meski sempat dirawat di RSUD Madi, Paniai.

Beberapa korban ini adalah teman sebaya saya. Police’s Christmas gift seharusnya tidak seperti itu. Maksud saya kalau berikan kejutaan buat mereka janganlah training kayak ateis yang tidak tahu nama Tuhan sama sekali. Kan anak-anak SMA, mereka merayakan dengan sorak-sorai di pondok Natal mereka, sedangkan Aparat datang malam-malam tanpa lampu lagi.

Meman itu hak dan kewajiban anda sebagai penjaga dan pelayan masyarakat malah Aparat punya pikirannya kembali ke new-born. Tidak tahukah Anda bahwa Hari besar itu harinya Anda untuk mengamankan?bukan do bad things.

Penyesalan tadi akan diukir pelaku-palaku di Paniai berdarah 3 tahun silam.

Makna penyesalan

Psikolog Graham Loomes dan Robert Sugden mengemukakan tentang Teori Penyesalan (Regret Theory). Teori tersebut mengatakan bahwa penyesalan terjadi karena berbedanya antara yang diharapkan dengan kenyataan yang diterima.

Menurut Marc Muchnick dalam buku No More Regrets! Create  A Better Tomorrow Today (2011), disebutkan bahwa (1) penyesalan berkaitan dengan segala hal yang telah terjadi, namun kejadian tersebut sama sekali tidak diharapkan. Sebaliknya, (2) mengharapkan sesuatu hal terjadi, tetapi malah tidak menjadi kenyataan.

Kedua poin ini memiliki sisi yang sama, yaitu kegagalan. Gagal menolak kenyataan yang terjadi, gagal pula mendapat yang diingini. Hasilnya rasa kecewa yang berujung penyesalan.
Dari keempat kisah nyata Dani, Andy Noya, Alfred Nobel, dan Paniai Berdarah tampak terlihat adanya penyesalan dan rasa bersalah. Mereka menyesali apa yang sudah terjadi. Akibatnya, timbul rasa bersalah pada diri sendiri.

Rasa bersalah

Psikolog Clyde M Narramore dari Columbia University membagi dua jenis rasa bersalah, yaitu rasa bersalah obyektif dan rasa bersalah subyektif. Rasa bersalah obyektif terjadi karena melanggar hukum. Sedangkan rasa bersalah subyektif terjadi karena timbul rasa bersalah pada diri sendiri.

Narramore juga membagi rasa bersalah dalam beberapa karakteristik, di antaranya perasaan depresi (feeling of depression), sebuah perasaan bersalah terus-menerus yang menyalahkan diri sendiri. Kemudian ada yang disebut penghukuman diri sendiri (self-condemnation), terus-menerus mengutuk diri sendiri karena telah melakukan kesalahan.

Penyesalan dan rasa bersalah memang sulit dipisahkan. Tetapi menurut psikolog Agustine Dwiputri, penyesalan tidak selalu sama dengan kesalahan. Justru kita bisa belajar dari kesalahan yang dilakukan, artinya tidak perlu timbul rasa sesal. Kompas.com/psikologi

Penyesalan benih depresi

Sejauh mana penyesalan yang diidap seseorang tergantung karakteristik masing-masing individu. Apabila seseorang memiliki sifat optimistis, biasanya tidak mudah larut dalam penyesalan.
Menyesal ya, tetapi segera memperbaiki diri agar tidak mengulang yang sama. Sebaliknya, yang memiliki sifat pesimistis, biasanya mudah larut dan bisa berkepanjangan tanpa akhir yang berujung depresi.

Berikut adalah dampak penyesalan berkepanjangan yang akan merugikan diri sendiri.
Stress (perasaan tertekan dan bersalah), Trauma (perasaan takut bila menghadapi hal yang sama), Menyalahkan diri sendiri, Menyalahkan orang lain, Menyakiti diri sendiri, Tidak memiliki semangat hidup, Timbul berbagai penyakit, Hubungan sosial rusak (menarik diri dari pergaulan), Sering putus asa, Tidak percaya diri, Gangguan mental yang disebut depresi. Di kutip dari berbagai sources.

Mengatasi penyesalan

Penyesalan memang datang selalu belakangan. Tetapi, menyesali peristiwa yang sudah terjadi dan tidak bisa diulang kembali, merupakan perbuatan yang sia-sia.
Cara untuk mengatasi penyesalan adalah berani menghadapi kenyataan, dengan demikian bersikap optimistis dan berpikiran positif.

Menurut psikolog Agustine Dwiputri yang dikutip dari Kompas (9 April 2016) dan juga dikutip dari berbagai sumber, cara mengurangi penyesalan, yaitu:

1. Bebaskan diri dari ikatan penyesalan dan miliki keberanian untuk mengambil arah baru dan mengubah sekaligus menghentikan hal-hal yang merugikan diri sendiri. 2. Tidak mengulangi kesalahan yang sama atau tidak lagi melakukan perbuatan yang berujung penyesalan. 3. Berdamailah dengan diri sendiri. Bebaskan cengkeraman ikatan emosional masa lalu yang membebani dan menyiksa diri sendiri. 4. Yakini dan miliki kepercayaan diri mampu mengatasi situasi serta yakin mampu menghadapi tantangan hidup masa depan. 4. Jangan selalu mengeluh dan menyalahkan orang lain. Saat mampu berhenti mengasihani diri sendiri maka perasaan menyesal akan mereda. 5. Hindari orang-orang yang hanya "meracuni" saja, yang hanya membuat hidup menjadi pasif. Sebaliknya, bergaullah dengan orang-orang yang berpikiran positif, optimis, selalu memberi semangat. Sehingga hidup menjadi termotivasi, percaya diri, bahagia. 6. Yakini masalah apa pun pasti berlalu. 7. Dekatkan diri dengan Tuhan dan mohon pengampunan-Nya, sehingga jiwa menjadi tenang. 8. Jadikan penyesalan ini sebagai pembelajaran hidup.


* Saya tidak menyimpulkan penyesalan atas penembakan/pembunuhan dari Aparat RI terhadap masyarakat Paniai. Kejadian seperti ini lebih ke arah pengampunan dari religius.

0 comments:

Post a Comment