Aug 11, 2016

1 Juni, Aktifitas dengan Seadanya sambil Mengenali 5-sila

3 children in front of Garuda's Museum/Ist
         Pada tanggal 1 Juni merupakan hari lahirnya slogan negara Republik Indonesia yakni “berbeda-beda tetapi tetap satu (5sila)”. Segenap Tokoh-tokoh terdahulu mencetuskan Pancasila sebagai  rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.

Mereka melahirkan supaya generasi penerus harus mematuhi dan mengikutsertakan harkat dan martabat kesatuan bersama tanpa pamrih dan diskriminasi.

Pada hari Rabu 1 Juni 2016 adalah hari bahagia bagi saya khususnya dan pada umumnya kepada kita semua rakyat Negara Republik Indonesia, Merauke-Sabang. Karena itu kita diwajibkan &/ diharuskan untuk mengheningkan sejenak untuk mengilhami maksud dan isi daripada 5sila alias Pancasila.

Untuk saya sendiri, tepat pada hari 5sila saya hanya beraktivitas pagi sampai malam dengan merayakan dengan seadanya.

Saya juga tidak merayakan di tempat-tempat biasa yang banyak orang dirayakan. Misalnya, di lapangan upacara, lomba-lomba dari sekolah, cerdas-cermat, dan perlombaan internal maupun eksternal lainnya yang dikaitkan dan dapat mendukung hari lahirnya 5sila tersebut. Tetapi sendiri sebaliknya, saya lebih merayakan dengan kesederhanaan, tenang, kasih, damai dalam rutinitas aktivitas saya. dimana saya duduk, makan, berjalan, dan berjoging.

Pada hari itu juga, sekitar jam 15:00 s/d 17:00 pm, teman saya mengajak saya untuk berjoging di luar, tepatnya di lapangan Karebosi Makassar Sul-sel alias Kota Daeng.

Ketika itu tidak dipungkiri bahwa sebagian dari masyarakat datang berjoging sambil merayakan hari 5sila. untuk merelease berat badan serta menyegarkan tubuh serta merevolusi dalam benak supaya bisa berkolaborasi antara olahraga dan asas-asas 5sila untuk menjaga keseimbangan fisik dan mentalitas guna hidup penuh bermartabat sesuai dengan isi dan nilai-nilai yang telah dituangkan dalam Pancasila.

Setelah jogging, saya bersama teman memutuskan untuk pulang kembali kediaman. Kami merasa lelah akibat jogging kami berdua sepakat untuk berjalan santai menuju tempat tinggal kami. Di pertengahan jalan, kami melihat seseorang dari sedikit jarak jauh. Pada arah jalan yang sama, ada seseorang yang duduk santai berjongkok di bawah pohon sambil tangannya naik turun.

Kami berdua mengira dia sedang makan. Kami berada di sebelah jalan kiri sambil berjalan santai dan orang tersebut itu disebelah kanan pada jalan raya. Saat Setiba dekat lurus dengan orang tersebut itu. Waduhh!!!? Kami mengira dia sedang makan tetapi orang tersebut itu adalah si miskin yang makan ampas di tempat sampah. Ohh???, teriak dalam hati sanubari kami berdua.

Kami prihatin dengan keadaan si miskin itu karena di tanah darah kami yakni di Papua kami berdua tidak pernah melihat orang tersebut itu (si miskin) yang makan ampasnya orang lain di tempat sampah. Ketika itu juga kami memutuskan menyeberangi ke sebelah jalan untuk menolong dan menyerahkan uang seadanya yang kami miliki. Kami memberi dia 12.000 rupiah untuk dia beli makan.

Pengendara mobil, motor dan becak, mereka mengira kami berdua sedang apa? dengan si miskin ini. Tetapi kami berdua merayakan hari lahir 5sila dengan kasih, menolong dan salah satunya adalah menghormati isi dari pada Pancasila dan slogan RI “berbeda tetapi tetap 1”.

Lambang Pohon Beringin; contohnya, merupakan tempat bersenter atau berlindung bagi seluruh rakyat Indonesia agar merasa aman dan nyaman meskipun terdapat banyak perbedaan antar suku bangsa. Itulah yang kami mengaplikasikan nilai pluralisme kepada si miskin itu.

Meskipun simbol Pancasila dan sila ke 3 adalah keanekaragaman suku bangsa di Indonesia yang bersatu dan berlindung di bawah payung Pancasila, ada daerah yang masih jauh dari penyebaran nilai pancasila bahkan hujan tembus membasahi di bawah payung Pancasila tadi.

Nilai-nilai Pancasila menjadi jari kelingking di tanah Cenderawasih. Manusia Papua yang berada di Merauke sampai Sorong, dulu (Jakarta aneksasi Papua) sampai pada hari besar 1 Juni, mereka (Papuan) tidak berhenti-henti, detik demi detik, jam demi jam, hari ke hari dimangsa oleh 5sila sendiri yakni lambang negara (Garuda).

Jakarta membungkam isi daripada 5sila itu sendiri. Yang benar-benar terjadi di Tanah Papua adalah hanya menangis, berdarah, intimidasi, seolah hidup di bawah tempurung kelapa yang tidak ada satupun celah untuk melihat betapa harmonisnya hidup dan kehidupan dunia luas.

Tidak ada bau-bau nilai Pancasila di seluruh tanah Papua. Mereka (wewenang Garuda/Pancasila) sendirilah yang menyelamkan asas-asas Pancasila.

Kami tidak bermaksud kalau orang Papua lupa definisi dan menerjemahkan value Pancasila (ke 5 sila) dan nasionalismenya di kehidupan nyata, bukan. Faktanya, kenapa kami bisa melupakan begitu saja sejak setiap hari senin saja, kami melakukan upacara bendera dan baca 5sila tentunya. Hafal nama-nama pahlawan. Kami memakai baju seragam yang ada lambang bendera merah putih di dada.

Namun demikian, adanya penerapan pancasila dan tidaknya di Papua, bukan selalu terjerumus dan tergantung ke dalam contoh yang saya dan teman lakukan kepadai si miskin tadi - memberikan dan menolong kepada yang lemah, tetapi menghidupkan eksistensinya Pancasila dan nasionalisme adalah melalui adanya pengungkapan dan penjelasan baik dari pemegang lambang garuda terutama pemimpin-pemimpin tertinggi negara ini tentang keprihatinan kelompok tertentu dalam hal ini OP dan isu-isunya. Toh, mereka juga orang Indonesia, bukan?

Jakarta harus menjelaskan baik ke rakyat Papua akar persoalannya. Jangan hanya menghapuskan air mata dan bilang ‘meminta maaf saat setelah kejadian pembunuhan manusia Papua kepada pihak keluarga korban’, tetapi Negara seharusnya mencari masalah sampai akar-akarnya.

Meman, OP mengerti kerendahan hati Jakarta saat memberikan uang kepada korban sebagai rasa nilai kemanusiaan, tapi sekali lagi manusia yang mati, kamu yang bunuh pula. Berarti benar tadi bahwa nilai pancasila disalahgunakan oleh mereka yang duduk di kursi tertinggi negeri ini.

Seandainya Jakarta hasrat untuk memenangkan hati OP dan untuk membalikan lebih ke pengikut kepancasilaan dan rasa nasionalisme tinggi, lebih baik jangan lakukan tips yang saya mengalamatkan diatas, dimana kita saling-menolong satu sama lain seperti saya dan teman saya beri Rp. 12.000 dan barang yang ada pada kami. Tapi sebaliknya bahwa gunakan alat anda untuk mengungkapkan dan menggali ke dalam-dalamnya kenapa sampai OP menangis seantero bumi kasuari ini setiap hari.

It is hard, but it tastes it, anyway.

Jika Jakarta membiarkan begini terus menerus dan tidak mengurus urusan dapur sendiri, Jakarta membiarkan mata orang luar negeri menjadi besar dan peluang untuk OP pembuat Garuda (5sila) sendiri. Bisa saja diganti dengan burung kesayangan yang berada di setiap Nusantara dari Sumatera, NTT/B, Bali, Sulawesi, Kalimantan, dan Papua!.

Konklusinya, bila seseorang tidak mematuhi isi Pancasila, ia adalah pembohong negeri ini.

Saya sudah melakukan. Kamu juga demikian.

Salam revolusi!

0 comments:

Post a Comment