google/images |
Siswa atau yang mendapatkan nama suffix “maha”
menjadi mahasiswa yang pada umumnya adalah anak muda yang berjiwa emas.
Katakanlah, mereka adalah kaum intelektual, berkreatifitas tinggi, generasi yang
paling cepat merespon perubahan, bertatakrama, dan pastinya berpendidikan. Tapi
apakah semua mahasiswa itu persis sama? Apakah ada perbedaan terhadap pengaruh budaya,
social, lingkungan terhadap perilaku anak-anak muda ini yang notaben-nya mereka
semua adalah bisa dibilang Maha-Siswa. Sekarang, sebenarnya kondisi para generasi
bangsa ini, khususnya di Indonesia, apakah ada baik-baik saja? Jika generasi
bangsa ini kita membedahkan dengan generasi bangsa negara lain? apakah masih
terlihat baik?
Ada beberapa mind-set Mahasiswa yang sangat berbeda jauh antara Mahasiswa Indonesia dan Mahasiswa di luar negeri:
Ada beberapa mind-set Mahasiswa yang sangat berbeda jauh antara Mahasiswa Indonesia dan Mahasiswa di luar negeri:
1. Sebagian besar kampus di
Luar Negeri, tra ada sistem absensi
Beberapa Kampus di luar negeri
gak pake sistem absensi, ini karena Mahasiswa disana sudah sangat sadar
mengenai pentingnya belajar. Jadi gak ada absensi pun mereka tetap datang,
mereka tetap hadir mengikuti pembelajaran di kelas. Yang penting akumulasi
tugas dan ujiannya bagus, itu sudah bisa naik ke semester berikutnya. Gak da
sangkut pautnya dengan kehadiran. Paradigma dan kebiasaan yang benar-benar
patut di jiplak.
2. Sosial media epenkah?
Makanan boleh!
Mahasiswa di luar negeri
sangat jarang yang tahu apa itu Path, Instagram, Twitter dan beberapa jajaran
Sosial Media lainnya, yang hampir semua Mahasiswa di Indonesia merasa tra
konfidensi kalau tra punya. Buat Mereka, terlalu “kill time” untuk mengetahui
apa yang orang lain lakukan. Itu juga yang membuat mereka mempunyai lebih
banyak waktu tuk membaca buku atau berdiskusi mengenai aliran pemikiran mereka
terkait dengan berbagai topik. Hal ini lebih link ke budaya mereka, yang
terkesan individual.
3. Kerja ½ time. Wibawa
mereka?
Sebagian besar Mahasiswa
Indonesia itu gengsinya setinggi gunung maunya kerja yang ini, yang itu. dilema
ini itu. Kalo di luar negeri kebanyakan mahasiswa kerja part-time, dan gak
pilah pilih, juga gak jadi penilaian dari mahasiswa lainnya mengenai pekerjaan
orang lain. Mulai pelayan restoran, kasir Dept Store, Pegawai pom bensin,
penulis, banyaklah. yang waktunya mereka bisa bagi dengan perkuliahan. Kerja
tra membuat mereka geng si, buat mereka lebih gensi itu kalau minta $/Rp sama
orang tua.
4. Kemampuan nomor 1,
penampilan nomor 100000.
Yang dimaksudkan disini
mengenai prioritas keuangan mereka , kebanyakan dari mahasiswa luar negeri
lebih mengutamakan prioritas pemanfaatan keuangan mereka untuk keperluan
kuliah, setelah kebutuhan kuliah sudah keluar semuanya, baru pikir yang
aktifitas lainnya. Kalau di compare dengan gaya hidup mahasiswa di Indonesia,
sebagian besar (tra semuanya) lebih mengutamakan belanja keperluan ini itu,
untuk sekedar memenuhi #trend gaya hidup. Beli Handphone/, things that is new
released!. Beli buku? Korek kepala dulu.
5. Party at the time, Study in
the moment.
Pada saat belajar, ya?
belajar. Pada saat party, ya? party. Ini salah satu budaya Mahasiswa di
beberapa Negara maju. Mereka tetap party, tapi kuliah tetap masih jadi
prioritas. Intinya, semua dilakukan pada waktu dan tempatnya. Bukan karena
follower gaya hidup, party sana sini, kuliah jadi #1.
6.Tetap ke kampus, walaupun
tra ada dosen.
Mahasiswa di luar negeri,
mereka sangat concern dengan study mereka. Hal ini disebabkan oleh banyaknya
tugas dan budaya belajar di perpustakaan serta persaingan yang sangat ketat.
Oleh karena itu, walaupun tra ada jadwal kuliah mereka tetap datang ke kampus.
Kalau Mahasiswa di Negara kita, what looks like? sebagian besar (sekali lagi,
tra semuanya) ke kampus kalau ada jadwal kuliah, kalau tra ada ya! tra juga.
7. Budaya membaca, jauh
panggang dari api!
Budaya membaca mahasiswa di
Indonesia, jauh panggang dari api - Gimana mau matang. Mahasiswa di luar negeri
rajin baca buku, bahkan rata-rata mahasiswa di luar negeri membaca 1-2 buku
perminggunya. Prinsipnya, kalau mau jadi sarjana harus baca ribuan buku. Di
Indonesia, kalau mau jadi sarjana tra perlu baca buku.
Melihat dan mengadopsi budaya
orang lain, kalo itu positif, kenapa tidak. segera buat perubahan positif.
dimulai dari diri sendiri, yang pastinya akan berdampak bagi diri sendiri, dan
orang lain bisa baca dari kebiasaan anda kemudian hal positif tersebut bisa
tersebar ke pelosok tanah kita tercinta kalau itu dilakukan secara bersama –
sama, akan memberikan dampak yang baik bagi bangsa ini. Miris lihat Indonesia,
kalau Mind Set generasinya masih itu-itu saja.
Source: petik2kan dari lain.
0 comments:
Post a Comment